Selamat Datang di Sari's Blog "Berbagi apa yang Bisa di Bagi dan Memberi Apa yang bisa di Beri"

Senin, 02 Juli 2012

MATAHARI TAK PERNAH PUDAR

Angin bergemersik dengan tenangnya seakan-akan membawa Zia terhanyut olehnya untuk merasakan senja diufuk. Pohon-pohon seolah-olah juga ikut mengelitik Zia untuk terpengaruh dalam menikmati indahnya senja. Perlahan tapi pasti Zia tampak terhanyut oleh suasana di tempatnya berada disini dan tak beberapa lamapun matanya mulai terpejam.

“Zia…Zia…bangun” triak seseorang membangunkan Zia. Perlahan Zia membuka matanya dan menemukan Mentari disampingnya. Setengah percaya dan tidak Zia lagi-lagi mengucek matanya dan berusaha memastikan bahwa yang sedang dihadapanya saat ini adalah Mentari sahabatnya.
“Kamu kenapa sich Zia?” Tanya seseorang di belakang Mentari. Lagi-lagi Zia dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang selama ini diharapkanya Amanda. Zia antara percaya dan tak percaya, namun suasana hatinya mengalahkan logikanya saat ini tanpa basa basi Zia pun memeluk kedua sahabatnya itu.
“Kamu kenapa sich Zia?” Tanya Mentari “Kok jadi aneh gini. Tiba-tiba meluk lagi”
“Gak papa aku hanya rindu sekali dengan kalian” jawab Zia tulus dari sanubarinya
“Dasar seperti kita gak cakapan 2 tahun saja. Kita kan musuhanya baru 2 minggu” jelas Amanda
“Kamu benar Endah tapi 2 minggu itu serasa 2 tahun bagiku” jelas Zia “Sebenarnya aku mau minta maaf sama kalian berdua. Aku ngaku salah, aku egois dan kalian benar. Coba saja aku dengerin semua nasehat kalien semua gak bakal jadi gini. Aku sadar apa yang selama ini aku lakukan adalah salah besar. Tidak seharusanya aku dengerin bujukan Tasya untuk menikmati hal-hal tersebut” jelas Zia sembari menagis

“Kami tahu kok Zia dan kami udah maafin kamu makanya kami datang kesini nemuin kamu” jelas Mentari
“Tapi aku merasa enggak enak dengan kalian semua. Seharusnya aku dengrin kalian untuk tidak terpengaruh dengan kehidupan malam Tasya. Semua ini karena Tasya dan juga kebodohanku. Aku gak mau kehilangan sahabat terbaik seperti kalian” jelas Zia yang semakin keras tangisannya.

“Kamu tahu enggak Zia pertama kali kita bertemu dimana?” Tanya Mentari “Kita pertama kali bertemu di bawah pohon ini. Kamu ingat nggak dulu kamu sering sekali duduk disini sembari membaca buku. Dan kami datang menegurmu karena kami tertarik dengan buku yang kamu baca”
“Aku ingat dulu kita masih jadul ya. Dulu kita belum kenal siapa-siapa di kampus ini. Semuanya individualist. Entah kenapa pohon ini seolah-olah menyatukan kita bertiga ya. Mentari dari FBS, Aku dari Tehnik sedangkan kamu Zia dari FIS tapi kita tetap bisa berteman bahkan sangat akrab walaupun kita beda fakultas” timpal Amanda

“Iya aku ingat kenangan itu. Kenangan saat pertama kali kita berjumpa dan kenagan saat kita mengabiskan  masa-masa indah kita disini tepatnya di pohon ini. Canda dan duka kita bagi bersama di pohon ini bahkan ngerjaiin tugaspun kita lakukan disini. Ya walaupun tugas kita berbeda-beda kita tetap saling berusaha untuk membantu satu sama lainnya” kenang Zia sembari tersenyum
“Iya aku ingat. Di pohon inilah kita saling berbagi impian kita masing-masing. Aku yang ingin jadi pemusik yang hebat. Amanda yang ingin sukses dibidang ketatabogaan dan menjadi Chef Bakery yang handal dan kamu Zia ingin jadi guru geografi yang professional” ucap Mentari sembari memberikan senyuman simpul
“Iya kamu benar. Ga ada masa yang lebih indah dari itu semua” jawab Zia sembari tersenyum dan memandang kedua sahabtanya itu “Aku senang kalian udah mau maafin aku”
“Tentu saja kami maafin kamu Zia makanya jangan menyerah. Walaupun kami ga bisa mewujudkan mimpi-mimpi kami lagi tapi setidaknya daintara kita bertiga masih ada kamu yang bisa mewujudkan mimpimu sendiri. Kami akan senang jika kau bisa mewujudkan mimpimu sebagai perwakilan dari mimpi-mimpi kami berdua” Jelas Amanda
“Maksud kalian apa sich, aku gak mengerti. Kita bertiga kan bisa mewujudkan mimpi-mimpi kita masing-masing dan tetap bersama-sama” jelas Zia kebinggungan menerpa wajahnya
“Ga bisa Zia. Kami kesini cuman ingin kami focus terhadap apa yang kamu impikan dan ingat kami akan selalu mendukungmu” ucap Mentari di iringi lenyapnya mereka berdua dari pandangan Zia bagaikan angin yang hilang tanpa menimbulkan bekas. Zia bingung atas apa yang barusan terjadi tanpa sadar air mata kini telah hadir kembali di kedua pipinya.

“Zia…Zia…bangun” triak seseorang membangunkan Zia. Perlahan Zia membuka matanya dan menemukan Sophie dan Dian yang kini menatapnya cemas.
“Mentari dan Amanda mana?” Tanya Zia bingung
“Kamu lupa ya Zia Mentari dan Amanda kan meninggal kecelakaan mobil pas mau nemuin kamu” jelas Dian yang langsung mendapatkan senggolan siku dari Sophie.
“Kamu kemana aja sich Zia udah 1 Semester kamu enggak kelihatan. Kami semua cemas nyariin kamu. Dan lagian ngapain kamu sore-sore gini ada sendirian disini?” Tanya Sophie

Semuanya kini sudah jelas bagi Zia semuanya hanya mimpi semata. Mentari dan Amanda sudah pergi darinya. “Andai saja aku gak memaksa mereka untuk jemput aku dari Diskotik itu, mereka gak bakalan kecelakaan” ucap Zia dalam hati. “Tapi apa yang diucapkan Amanda dan Mentari benar bahwa aku harus meneruskan hidupku dan aku harus melanjutkan mimpiku kalau bukan untuk diriku sendiri akan aku lakukan untuk mereka berdua sebagai salah satu ucapan terima kasihku untuk mereka karena telah menjadi temanku dan penolongku”
“Ayo Zia” ajak Sophie dan Dian

Perlahan Zia beranjak dari tempatnya mengikuti Sophie dan Dian dan meninggalkan tempat itu, tempat dimana semua anak UNIMED menyebutnya DPR (Di Bawah Pohon Rindang) dan itu memang benar. Tempat itu benar-benar rindang dan memberikan kesejukan serta kenyamanan bagi siapapun yang berada di bawhnya. Kini matahari kian masuk kedalam singasananya hanya setitik gurat cahayanya yang ia berikan sebagi penerangan namun itu semua sebagai pembuktian bagi semua orang bahwa ia akan datang esok.
Kini setelah kepergian ketiga Mahasiswi itu tadi. Tempat ini benar-benar sepi dan mati suri namun masih memberikan kenyamanan tersendiri. Angin seakan tidak mau kalah dan lagi-lagi ia mengajal pohon untuk menari bersamanya dalam menikmati senja dan malam yang dingin.